JAKARTA - Di tengah tantangan globalisasi dan derasnya industri tekstil modern, pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang fokus pada batik tulis tradisional terus menunjukkan daya juang tinggi. Tak hanya menjadi penggerak ekonomi lokal, eksistensi mereka juga menjadi tameng terakhir dalam menjaga warisan budaya bangsa.
UMKM batik tulis tidak sekadar memproduksi kain bermotif indah, melainkan menjalankan peran besar dalam merawat identitas bangsa. Salah satu pelaku yang terus bertahan adalah IGART Postmodern Batik yang berada di Buleleng, Bali. Di bawah kendali I Gusti Ayu Mahardiyani, usaha ini terus tumbuh meski dihadapkan pada persaingan ketat dan fluktuasi harga bahan baku.
I Gusti Ayu Mahardiyani menjelaskan, proses produksi batik tulis berbeda dengan tenun batik. Hal ini terlihat dari teknik pengerjaan hingga tahapan desain.
“Kalau untuk batik tulis menggunakan alat canting, dimulai dari pembuatan desain dan dijiplak ke atas kain panjang. Setelahnya dilakukan proses pencantingan dari hasil pola yang dibuat,” tuturnya kepada RRI Denpasar.
Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa setiap karya batik tulis lahir dari ketelitian dan kesabaran tinggi, bukan sekadar produksi massal. Proses manual itulah yang membuat batik tulis memiliki nilai lebih baik secara artistik maupun ekonomis.
Namun, bertahan di industri ini bukan perkara mudah. Banyak tantangan harus dihadapi, mulai dari keterbatasan bahan baku, tingginya biaya produksi, hingga persaingan harga dengan produk-produk pabrik yang lebih murah. Oleh karena itu, pelaku UMKM seperti Ayu Mahardiyani tak tinggal diam.
Ia mengungkapkan, strategi digital menjadi jalan keluar agar usahanya tetap eksis di tengah tantangan yang terus muncul.
“Di era saat ini dengan beberapa pesaing yang ada, eksistensi tetap dipertahankan walau adanya tantangan yang dihadapi,” ungkapnya.
Menurutnya, adaptasi terhadap perkembangan zaman sangat penting. Kehadiran platform digital dimanfaatkan untuk memasarkan produk ke pasar yang lebih luas. Inovasi pun terus dilakukan agar produk tetap relevan di mata konsumen modern, tanpa meninggalkan unsur tradisional yang menjadi kekuatan utama batik tulis.
“Tantangan sejauh ini pada bahan baku, mempertahankan kualitas produk dan pengelolaan biaya agar tetap efektif. Inovasi tetap dilakukan untuk pengembangan nilai dari batik,” imbuhnya.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa penguatan UMKM bukan hanya soal bertahan dalam bisnis, tapi juga bagian dari strategi besar dalam melestarikan nilai budaya Indonesia. Melalui batik tulis dan tenun batik tradisional, nilai-nilai lokal terus dihidupkan dan diwariskan kepada generasi mendatang.
Batik tulis tidak hanya menjadi kebanggaan, tetapi juga bisa menjadi ikon ekspor budaya jika dikelola dengan tepat. Oleh karena itu, dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat umum, dibutuhkan agar UMKM seperti IGART Postmodern Batik bisa tumbuh berkelanjutan.
Langkah seperti pelatihan keterampilan, fasilitasi bahan baku, pembukaan akses pembiayaan, hingga pendampingan pemasaran digital akan sangat membantu pelaku UMKM. Ketika UMKM diberdayakan secara menyeluruh, dampaknya bukan hanya pada kesejahteraan pelaku usaha, tapi juga pada keberlanjutan budaya yang menjadi ciri khas bangsa.
Kini, ketika semakin banyak produk luar negeri membanjiri pasar lokal, peran UMKM batik tulis semakin penting. Mereka tidak hanya menjual kain, tapi menjual cerita, filosofi, dan identitas bangsa. Dalam setiap lembar batik tulis, ada makna mendalam yang tidak bisa digantikan oleh produk buatan mesin.
Apa yang dilakukan oleh Ayu Mahardiyani dan pelaku UMKM sejenis layak diapresiasi. Mereka tetap teguh berjalan meski tantangan datang bertubi-tubi. Komitmen seperti inilah yang harus dijaga, didukung, dan dikembangkan.
Lebih dari sekadar ekonomi, UMKM batik tulis berperan sebagai penjaga nilai-nilai luhur bangsa. Di tangan para pelaku UMKM, warisan budaya tak hanya disimpan, tapi juga dihidupkan dan dikenalkan kepada dunia. Dan selama ada pelaku UMKM yang seperti itu, batik Indonesia akan selalu punya tempat di hati rakyat dan dunia.