Transportasi

Transportasi Kalimantan Tidak Harus Rel

Transportasi Kalimantan Tidak Harus Rel
Transportasi Kalimantan Tidak Harus Rel

JAKARTA - Saat banyak kota besar di Indonesia berlomba mengembangkan jaringan kereta modern, Kalimantan mengambil jalur berbeda. Pulau terbesar di Indonesia ini justru belum memiliki satu pun jaringan kereta api komersial aktif. Apakah Kalimantan tertinggal dari sisi transportasi publik? Tidak juga. Justru Kalimantan sedang menuju solusi transportasi yang lebih tepat guna.

Mungkin sebagian besar dari kita terbiasa melihat kereta api sebagai simbol kemajuan: KRL di Jabodetabek, MRT dan LRT di Jakarta, hingga jalur kereta antarkota di Pulau Jawa dan Sumatra. Tapi ketika menyebut Kalimantan, bayangan rel kereta masih jauh dari kenyataan. Padahal dari sisi ekonomi, Kalimantan menyimpan potensi besar dengan sumber daya alam yang melimpah.

Menurut kajian dari Bappenas, alasan utama belum hadirnya kereta api di Kalimantan bukan karena daerah ini tertinggal, melainkan karena tantangan geografis yang sangat spesifik. Luas wilayah yang masif dengan kepadatan penduduk yang rendah membuat pembangunan jalur kereta api tidak efisien secara biaya. Kota-kota di Kalimantan terpisah jauh, dengan penyebaran penduduk yang tidak merata.

Selain itu, kondisi alam Kalimantan yang masih dominan berupa hutan hujan tropis, lahan gambut, hingga kawasan tambang juga membuat pembangunan rel menjadi kompleks. Izin lahan, potensi kerusakan lingkungan, dan tingginya biaya konstruksi menjadi hambatan besar yang belum terpecahkan. Karena itu, dalam Rencana Induk Transportasi Nasional (Kemenhub, 2023), pembangunan jalur rel di Kalimantan tidak menjadi prioritas dalam waktu dekat.

Namun bukan berarti Kalimantan abai soal transportasi publik. Justru karena tantangan unik itulah, Kalimantan memilih solusi yang lebih adaptif dan kontekstual. Salah satu opsi yang tengah dikembangkan secara serius adalah Bus Rapid Transit (BRT). Moda ini dinilai lebih fleksibel, murah, dan cepat untuk dibangun dibandingkan rel konvensional.

BRT telah terbukti menjadi solusi transportasi massal yang efektif, terutama di kota-kota non-metropolitan. Karena tidak memerlukan infrastruktur rel yang kompleks, BRT bisa diterapkan lebih cepat dan mampu menjangkau wilayah yang lebih luas. Fleksibilitas ini menjadikannya lebih sesuai dengan kondisi Kalimantan.

Sementara itu, di Kalimantan Timur terutama di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN) pemerintah tengah menyiapkan sistem transportasi masa depan berbasis LRT dan bus listrik pintar. Berdasarkan dokumen resmi dari otoritas IKN, transportasi publik di ibu kota baru akan dibangun dengan pendekatan smart city, yang mengedepankan efisiensi, integrasi digital, dan keberlanjutan lingkungan.

Langkah ini juga menjadi sinyal bahwa Kalimantan tidak lagi hanya mengikuti tren, melainkan menciptakan jalannya sendiri dalam pengembangan transportasi. LRT dan sistem bus listrik akan menjadi tulang punggung mobilitas di kawasan IKN, dengan harapan mampu menginspirasi kota-kota lain di Kalimantan untuk menerapkan solusi serupa.

Dengan demikian, tidak ada keharusan bahwa setiap wilayah di Indonesia harus memiliki jaringan kereta api. Justru pembangunan infrastruktur seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan, karakteristik wilayah, dan efisiensi jangka panjang. Kalimantan dengan segala keunikannya lebih membutuhkan sistem transportasi desentralisasi yang responsif terhadap tantangan lokal.

Sempat melaporkan bahwa rencana rel kereta di Kalimantan pernah masuk dalam tahap studi kelayakan. Namun hasil studi menunjukkan bahwa biaya investasi jauh lebih tinggi dibandingkan potensi pengguna dan manfaat ekonominya. Dari sinilah muncul gagasan bahwa lebih baik fokus pada transportasi berbasis jalan seperti BRT atau kendaraan listrik otonom yang bisa lebih cepat dioperasikan dan berbiaya lebih rendah.

Kalimantan tidak kekurangan ambisi. Namun pembangunan yang bijak bukan tentang memaksakan simbol modernitas seperti rel kereta, melainkan merancang sistem yang paling sesuai dan berdampak nyata. Di sinilah pentingnya keberanian untuk memilih pendekatan yang berbeda, yang kadang justru lebih efektif dalam jangka panjang.

Melalui pendekatan ini, Kalimantan bukan sedang tertinggal, tapi sedang mengejar kemajuan dengan jalur yang berbeda. Ini bukan soal gengsi, melainkan soal kebutuhan dan efisiensi. Sistem transportasi berbasis bus listrik, LRT, dan konektivitas cerdas akan membantu mengurangi emisi, memperkuat akses antarwilayah, dan mendukung pertumbuhan kota secara berkelanjutan.

Ketika banyak daerah mengandalkan kereta sebagai solusi utama, Kalimantan membuktikan bahwa moda transportasi publik tak harus berada di atas rel. Justru keberanian untuk berinovasi dan tidak ikut-ikutan bisa menjadi kekuatan tersendiri dalam membangun sistem transportasi nasional yang lebih adil dan relevan.

Alih-alih menunggu gemuruh kereta api, Kalimantan kini bergerak dengan langkah-langkah sunyi tapi strategis. Bukan tak mungkin, pendekatan ini justru menjadikan Kalimantan pelopor transformasi transportasi berbasis teknologi dan keberlanjutan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index