JAKARTA - Semangat kolaborasi dalam sektor transportasi logistik kembali mengemuka melalui inisiatif dari sejumlah asosiasi pengemudi dan pekerja logistik di Indonesia yang mendorong evaluasi terhadap kebijakan Zero Over Dimension Over Loading (ODOL). Gerakan ini tidak hanya menyoroti kebutuhan atas keadilan regulasi, tetapi juga menjadi momentum penting untuk memperkuat ekosistem transportasi nasional yang aman, produktif, dan berkelanjutan.
Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) bersama sejumlah asosiasi sopir logistik dari berbagai daerah di Indonesia telah menyampaikan komitmen untuk menggelar Aksi Mogok Nasional Transportasi Logistik. Aksi ini direncanakan berlangsung serentak pada Minggu, 13 Juli 2025, di beberapa titik strategis di seluruh Indonesia.
Dalam keterangan resminya, Sarbumusi menyampaikan bahwa gerakan tersebut diinisiasi sebagai bentuk respons terhadap kebijakan Zero ODOL yang dinilai masih memerlukan kajian lebih mendalam. Mereka menilai bahwa implementasi kebijakan ini memerlukan pendekatan yang lebih inklusif, dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk para pengemudi dan pelaku usaha logistik.
Presiden Konfederasi Sarbumusi, Irham Ali Saifuddin, menegaskan bahwa aksi ini merupakan bagian dari upaya konstruktif untuk membangun dialog dan kolaborasi. “Setelah tenggat 9 hari, menyikapi arogansi Kemenko IPK dan Kemenhub terkait rencana penerapan Zero ODOL yang gegabah, dengan ini Konfederasi Sarbumusi bersama asosiasi asosiasi sopir logistik seluruh Indonesia mengeluarkan kesepakatan komitmen perjuangan Aksi Mogok Nasional Transportasi Logistik yang akan dimulai dari tanggal 13 Juli,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa aksi damai ini akan dilaksanakan secara serentak di sejumlah wilayah, antara lain Sumatra Utara, Lampung, Banten, Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Menurut Irham, para peserta aksi menaruh harapan besar agar pemerintah dan DPR dapat membuka ruang dialog yang lebih luas serta mempertimbangkan revisi terhadap Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 secara partisipatif.
“Aksi ini menuntut Pemerintah dan DPR untuk mengkaji ulang rencana penerapan Zero ODOL dan Revisi UU No. 22/2009 dengan melibatkan pihak buruh (pengemudi/sopir) dan pengusaha,” jelas Irham.
Selain itu, mereka juga mengusulkan pentingnya perlindungan hukum dan sosial bagi para pengemudi. Beberapa poin penting yang menjadi tuntutan adalah perlunya skema upah yang layak bagi pengemudi/buruh transportasi, pengaturan hubungan industrial yang adil, serta penggratisan dan penguatan program jaminan sosial untuk pengemudi mengingat tingginya risiko kerja di sektor ini.
Menurut Sarbumusi dan asosiasi mitranya, penguatan regulasi dan perlindungan ini menjadi fondasi penting untuk menciptakan sektor transportasi logistik yang sehat dan produktif. Hal ini juga dinilai mampu menciptakan sinergi yang lebih kuat antara pelaku usaha, pekerja, dan pemerintah.
Langkah berikutnya yang diusulkan adalah pembentukan Komite Keselamatan dan Produktivitas Transportasi. Lembaga ini diharapkan menjadi wadah tripartit yang terdiri dari pengemudi, pengusaha, dan pemerintah. Tujuannya adalah untuk mendorong pertumbuhan ekosistem transportasi logistik yang efisien dan bebas dari hambatan non-teknis seperti pungutan liar dan praktik premanisme.
Dengan struktur kelembagaan yang tepat, Komite tersebut diharapkan mampu menjalankan fungsi pemantauan, evaluasi, serta perumusan kebijakan strategis berbasis aspirasi langsung dari pelaku lapangan.
Aksi yang akan dilakukan ini, sebagaimana ditegaskan oleh Irham, merupakan bentuk penyampaian aspirasi yang damai dan tidak memaksakan kehendak. “Aksi Mogok Nasional ini merupakan aksi damai, yang fokus pada tidak beroperasinya transportasi logistik dari titik-titik di atas. Aksi damai ini kami pastikan tanpa paksaan, tanpa kekerasan dan tanpa pemutusan transportasi umum. Kami Tetap Ada dan Terus Berlipat Ganda,” tandasnya.
Gerakan ini sekaligus menjadi momentum penting untuk membuka diskusi lebih luas tentang masa depan transportasi logistik di Indonesia. Dengan pendekatan inklusif dan partisipatif, transformasi sektor transportasi tidak hanya dapat memperkuat fondasi ekonomi nasional, tetapi juga menghadirkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh pelaku dalam rantai logistik.
Keinginan para pengemudi dan pelaku transportasi logistik untuk dilibatkan secara aktif dalam penyusunan dan pengkajian regulasi mencerminkan semangat demokrasi ekonomi. Melalui gerakan damai ini, mereka berharap bisa membangun sinergi jangka panjang yang tidak hanya mendorong efisiensi transportasi, tetapi juga memperkuat perlindungan pekerja dan stabilitas sektor logistik nasional.
Dengan semakin kompleksnya tantangan di bidang transportasi, partisipasi aktif seluruh pihak menjadi kunci utama dalam menghadirkan kebijakan publik yang adaptif dan relevan. Aksi ini membuka ruang besar untuk refleksi bersama dan penataan ulang sistem transportasi logistik Indonesia agar lebih berdaya saing dan manusiawi.