risiko investasi

13 Risiko Investasi yang Perlu Dihindari oleh Para Investor

13 Risiko Investasi yang Perlu Dihindari oleh Para Investor
risiko investasi

Risiko investasi selalu menjadi bagian tak terpisahkan dalam setiap instrumen investasi. Semakin tinggi potensi keuntungan, semakin besar pula risiko terkait investasi yang harus dihadapi. 

Kerugian terjadi ketika hasil investasi tidak memenuhi ekspektasi atau target keuntungan yang diinginkan. Inilah yang harus dihadapi oleh setiap investor, tanpa kecuali.

Setiap jenis investasi, seperti saham, emas, obligasi, reksa dana, dan lainnya, membawa risiko tersendiri yang perlu dipahami dengan baik agar investor dapat lebih berhati-hati dalam mengelola dananya. 

Terdapat tiga kategori investor berdasarkan profil risiko mereka: agresif, moderat, dan konservatif. 

Investor dengan profil agresif bersedia mengambil risiko besar demi mendapatkan keuntungan tinggi, sementara investor moderat cenderung lebih hati-hati dan waspada terhadap risiko terkait investasi. 

Sedangkan investor konservatif menghindari risiko sebanyak mungkin. Penting untuk diingat bahwa tidak ada instrumen investasi yang cocok untuk semua orang. 

Setiap investor perlu mengenali profil risiko masing-masing serta mempertimbangkan tingkat risiko yang mungkin mereka hadapi sebelum memilih instrumen investasi.

Dengan memahami hal ini, kamu bisa lebih bijak dalam membuat keputusan investasi yang sesuai dengan tujuan dan kondisi keuanganmu. Jadi, sebelum berinvestasi, pastikan kamu memahami risiko investasi yang mungkin terjadi.

Daftar Risiko Investasi

Sebelum memulai investasi, penting untuk memahami berbagai risiko yang mungkin muncul. Berikut ini daftar risiko investasi yang perlu kamu pertimbangkan.

1. Risiko Pasar

Risiko pasar adalah potensi kerugian yang disebabkan oleh fluktuasi Nilai Aktiva Bersih (NAB), yang dipengaruhi oleh perubahan sentimen pasar seperti pergerakan harga saham atau obligasi. 

Fluktuasi harga yang terjadi sering menyebabkan investor mengalami kerugian modal atau capital loss. 

Risiko ini, yang juga dikenal sebagai risiko sistematik, tidak bisa dihindari karena perubahan dalam sentimen pasar dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti kerusuhan sosial, resesi ekonomi, atau perubahan kebijakan politik. 

Sebagai contoh, pada 2019, aksi demonstrasi mahasiswa yang memprotes RUU KUHP, revisi UU KPK, dan RUU Pertanahan menyebabkan nilai rupiah sedikit melemah, meskipun sebelumnya stabil. 

Perubahan semacam ini biasanya tidak berlangsung lama, jadi sebaiknya jangan terburu-buru untuk mencairkan dana investasi.

2. Risiko Likuiditas

Risiko likuiditas terjadi ketika sebuah aset sulit untuk dijual atau diuangkan dalam jangka waktu tertentu, meskipun nilai aset tersebut masih tinggi. Hal ini biasanya terjadi karena kesulitan dalam menemukan pembeli, meski harga aset tersebut cukup baik.

Risiko likuiditas berbeda dengan risiko penurunan harga aset karena dalam hal ini, masalahnya bukan pada nilai aset yang dianggap tidak berharga, tetapi pada kesulitan menemukan pembeli. Risiko ini sering kali terjadi pada pasar yang sedang berkembang.

3. Risiko Inflasi

Risiko inflasi, atau sering disebut dengan risiko daya beli, adalah risiko yang muncul karena pengaruh inflasi terhadap nilai investasi. Ketika inflasi terjadi, nilai mata uang berkurang, yang berarti daya beli investor juga ikut menurun. 

Misalnya, jika seorang investor memiliki 30% dari portofolio dalam bentuk uang tunai senilai Rp20 juta dan inflasi terjadi sebesar 5%, maka portofolio tersebut akan kehilangan sekitar Rp300 ribu dalam setahun. 

Oleh karena itu, investasi yang tidak tahan terhadap inflasi berisiko kehilangan nilai secara nyata.

4. Risiko Konsentrasi

Risiko konsentrasi muncul ketika investor hanya berfokus pada satu jenis instrumen investasi saja. Jika terjadi masalah pada instrumen tersebut, maka seluruh dana investasi bisa terancam hilang. 

Sebaliknya, dengan melakukan diversifikasi investasi, kerugian yang terjadi pada satu instrumen dapat tertutupi oleh keuntungan dari instrumen lainnya. 

Diversifikasi sangat penting untuk mengurangi potensi risiko konsentrasi dan memberikan perlindungan terhadap portofolio investasi.

5. Risiko Kredit

Risiko kredit adalah risiko yang terjadi ketika penerbit obligasi gagal membayar bunga yang dijanjikan atau tidak mampu melunasi pokok utang pada saat jatuh tempo.

Semakin tinggi risiko kredit suatu obligasi, semakin tinggi pula tingkat bunga yang ditawarkan untuk mengimbangi risiko tersebut. 

Investor perlu melakukan analisis mendalam sebelum memilih obligasi agar mereka bisa memahami tingkat risiko yang terkait dengan produk tersebut.

6. Risiko Suku Bunga

Risiko suku bunga berkaitan dengan perubahan suku bunga yang dapat memengaruhi nilai instrumen pembiayaan seperti pinjaman atau obligasi. 

Ketika suku bunga naik, harga obligasi cenderung turun, yang bisa mengurangi return yang diharapkan dari investasi tersebut. 

Contohnya, jika suku bunga pasar naik, investor akan cenderung beralih ke instrumen yang menawarkan bunga lebih tinggi, sehingga menyebabkan penurunan harga obligasi yang ada.

7. Risiko Reinvestasi

Risiko reinvestasi terjadi ketika suku bunga menurun dan menyebabkan pemegang obligasi merasa kesulitan untuk berinvestasi kembali pada obligasi dengan suku bunga yang sama atau lebih tinggi. 

Hal ini dapat menyebabkan penurunan arus kas dari investasi karena pembayaran bunga atau pokok yang diterima harus diinvestasikan kembali pada tingkat bunga yang lebih rendah, mengurangi pendapatan yang diperoleh dari investasi tersebut.

8. Risiko Gagal Bayar

Risiko gagal bayar sering ditemukan dalam investasi peer to peer lending (P2P), di mana peminjam tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk membayar utang sesuai kesepakatan. 

Untuk menghindari risiko ini, investor disarankan untuk memperhitungkan tingkat kerugian yang dapat diterima dan memperkirakan risiko gagal bayar saat membuat alokasi dana investasi.

9. Risiko Pajak

Risiko pajak adalah kewajiban yang perlu diperhitungkan oleh investor saat melakukan investasi. Setiap return yang diperoleh dari investasi akan dikenakan pajak, sehingga penting bagi investor untuk menghitung estimasi pajak yang harus dibayar. 

Meskipun struktur pajak di Indonesia relatif sederhana untuk pajak perorangan, hal ini tetap penting untuk diperhatikan agar perencanaan pajak tidak terabaikan dalam proses investasi.

10. Risiko Nilai Tukar Mata Uang

Risiko nilai tukar mata uang, atau risiko valuta asing, timbul akibat perubahan kurs yang dapat memengaruhi nilai investasi, terutama bagi investor yang berinvestasi menggunakan mata uang asing. 

Misalnya, jika seorang investor berinvestasi dalam dolar AS dan kurs rupiah melemah terhadap dolar, maka nilai investasi tersebut akan meningkat dalam dolar, tetapi bisa berkurang saat dikonversi ke rupiah. 

Kondisi ini menyebabkan kerugian bagi investor yang terlibat dalam mata uang asing.

11. Risiko Wabah Penyakit

Risiko wabah penyakit, seperti yang terjadi selama pandemi Covid-19, memiliki dampak besar terhadap ekonomi global dan pasar saham. 

Tidak hanya sektor kesehatan yang terdampak, namun pasar saham juga mengalami penurunan tajam, termasuk IHSG yang turun sekitar 20% pada awal pandemi.

Perusahaan besar juga merasakan dampak serupa, yang menyebabkan penurunan harga saham secara signifikan.

12. Risiko Bisnis

Risiko bisnis berkaitan dengan sektor atau industri tempat perusahaan beroperasi. Setiap sektor memiliki karakteristik risiko yang berbeda. 

Sebagai contoh, sektor komoditas dan properti cenderung lebih berisiko dibandingkan dengan sektor konsumsi atau farmasi. 

Oleh karena itu, saat menyusun portofolio investasi, penting untuk melakukan diversifikasi sektor agar potensi risiko bisnis dapat lebih terkendali.

13. Risiko Politik Pemerintahan

Risiko politik berhubungan dengan kondisi politik suatu negara yang dapat memengaruhi pasar modal dan dunia investasi secara keseluruhan. 

Perubahan kebijakan pemerintah atau ketidakstabilan politik dapat menyebabkan penurunan pendapatan negara dan mengganggu ekonomi, yang berdampak pada sentimen pasar. 

Investor yang berinvestasi di luar negeri perlu memperhatikan situasi politik negara tersebut untuk mengurangi risiko terkait.

Sebagai penutup, penting untuk selalu mempertimbangkan dengan matang setiap faktor yang dapat mempengaruhi risiko investasi sebelum mengambil keputusan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index