JAKARTA - Perkembangan teknologi telekomunikasi terus bergerak cepat dan menuntut negara untuk memastikan infrastruktur digital dapat menjangkau seluruh wilayah.
Di tengah kebutuhan itu, pemerintah kembali menegaskan komitmennya melalui penetapan Satelit Republik Indonesia generasi kedua atau SATRIA-2 sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN).
Penetapan ini menandai langkah penting dalam memperkuat konektivitas nasional, khususnya di wilayah yang selama ini sulit dijangkau jaringan broadband.
Dalam konteks pembangunan digital Indonesia, keberadaan satelit berkapasitas besar dinilai sebagai solusi yang tidak dapat ditunda.
SATRIA-2 diharapkan menjadi kelanjutan dari SATRIA-1 sekaligus menjawab tantangan meningkatnya kebutuhan akses internet cepat bagi sektor pendidikan, kesehatan, pemerintahan, hingga masyarakat umum.
Dengan semakin meluasnya digitalisasi layanan publik, kebutuhan kapasitas satelit pun ikut meningkat dan harus dipenuhi melalui integrasi teknologi yang lebih maju.
Posisi SATRIA-2 sebagai Proyek Strategis Nasional
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengungkap bahwa proyek Satelit Republik Indonesia generasi kedua (SATRIA-2) telah menjadi salah satu proyek strategis nasional (PSN) yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
"Untuk Satria-2 sebenarnya itu hanya penamaan dan alhamdulillah ini sekarang sudah masuk dalam proyek strategis nasional," ujar Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Komdigi, Fadhilah Mathar dalam Kunjungan Kerja Media PT PII bersama Kementerian Keuangan RI ke Stasiun Satelit SATRIA 1 Cikarang, 10 Desember 2025.
Penetapan ini memperkuat arah pembangunan infrastruktur digital yang selama ini menjadi fokus pemerintah.
Masuknya SATRIA-2 dalam daftar PSN berarti proyek tersebut berada dalam jalur percepatan, baik dari sisi pendanaan maupun penyelesaian administrasi lintas kementerian.
Kebutuhan Nasional Akan Kapasitas Satelit Baru
Pada dasarnya, Indonesia memerlukan penambahan kapasitas satelit guna menopang perluasan layanan telekomunikasi di seluruh penjuru Tanah Air.
Terlebih lagi ada kemungkinan perbedaan teknologi yang diterapkan pada SATRIA-1 maupun SATRIA-2. Mengingat, perkembangan di bidang satelit komunikasi berlangsung begitu masif.
Kondisi ini membuat perencanaan SATRIA-2 tidak hanya berfokus pada replikasi dari SATRIA-1, tetapi juga memperhitungkan inovasi terbaru yang dapat meningkatkan efisiensi dan jangkauan layanan.
Dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat, pemilihan spesifikasi teknis yang tepat menjadi langkah strategis agar investasi dapat memberikan manfaat jangka panjang.
Perencanaan Teknologi dan Skema Pembiayaan
Dengan demikian, Komdigi bersama pemangku kepentingan terkait melakukan analisis permintaan dan analisis kebutuhan secara akurat.
Setelah itu, Komdigi dapat melanjutkan protek SATRIA-2 baik menggunakan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau skema pembiayaan lainnya.
Komdigi memperkirakan proyek satelit raksasa SATRIA-2 akan menelan biaya sekitar US$ 864 juta atau sekitar Rp 13,47 triliun.
Adapun proyek tersebut akan memanfaatkan fasilitas pinjaman luar negeri untuk pembiayaannya.
Besarnya estimasi biaya membuat tahapan perencanaan sangat krusial. Pemilihan teknologi dan orbit satelit berpengaruh langsung pada efektivitas layanan, termasuk kapasitas yang tersedia untuk kebutuhan publik.
Selain itu, koordinasi lintas lembaga menjadi dasar agar proses pembangunan berjalan tepat waktu dan sesuai kebutuhan layanan digital nasional.
Proyeksi Penggunaan Teknologi dan Penentuan Orbit SATRIA-2
Sementara untuk pilihan teknologinya, saat perencanaan, SATRIA-2 diproyeksikan menggunakan orbit tinggi, atau Geostasioner Earth Orbit (GEO), ketimbang low earth orbit (LEO). Namun, BAKTI masih akan berdiskusi dengan Bappenas terkait keputusan tersebut.
Pemilihan antara GEO dan LEO menjadi salah satu titik pertimbangan utama. Orbit GEO memberikan cakupan luas dan stabil, cocok untuk layanan nasional berskala besar.
Sementara teknologi LEO menawarkan latensi rendah, namun membutuhkan banyak satelit untuk operasional. Karena itu, keputusan orbit SATRIA-2 harus mempertimbangkan kebutuhan nasional, kesiapan ekosistem, serta efektivitas biaya.
Dalam proses menuju keputusannya, Komdigi memastikan setiap pertimbangan diarahkan untuk memenuhi target pemerataan akses digital.
Sebagai negara kepulauan dengan wilayah sangat luas, Indonesia memerlukan pendekatan teknologi yang mampu menjangkau area terpencil secara efektif.
Dengan hadirnya SATRIA-2, pemerintah menargetkan peningkatan kapasitas satelit yang lebih besar dari sebelumnya, sehingga semakin banyak layanan publik dapat terkoneksi secara digital.