MBG

DPR Sebut Kasus Keracunan MBG Wajar, Perbaikan Diperlukan

DPR Sebut Kasus Keracunan MBG Wajar, Perbaikan Diperlukan
DPR Sebut Kasus Keracunan MBG Wajar, Perbaikan Diperlukan

JAKARTA - Kasus keracunan yang menimpa peserta Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi perhatian DPR. 

Dalam Rapat Kerja (Raker) Komisi IX DPR RI bersama Menteri Kesehatan, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan Kepala BKKBN, anggota DPR Muazim Akbar menyampaikan bahwa insiden tersebut wajar terjadi, namun harus segera diperbaiki.

“Ya tentu dari sekian yang sudah menerima, kalaupun misalnya ada terjadi, ya kemarin terjadi keracunan dan lain sebagainya, itu adalah memang saya menganggap sesuatu yang wajar,” kata Muazim di Ruang Rapat Komisi IX DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
“Karena memang banyak, tentu harus kita perbaiki semua,” lanjutnya.

Menurut Muazim, meskipun jumlah kasus terbilang signifikan, hal ini dapat menjadi evaluasi untuk memperkuat pengelolaan program MBG ke depan, terutama dalam hal keamanan pangan dan manajemen dapur MBG.

Praktik Nepotisme dalam SPPG

Selain kasus keracunan, Muazim menyoroti praktik nepotisme yang terjadi di beberapa Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), unit yang bertanggung jawab menyiapkan MBG. 

Ia menemukan beberapa SPPG mempekerjakan anggota keluarga pemilik dapur, seperti istri, anak, keponakan, besan, hingga sepupu.

“Karena saya lihat ada juga salah satu SPPG itu yang merekrut anaknya, ponakannya, istrinya, besannya, sepupunya, jadi yang jadi karyawan SPPG itu keluarganya dia saja yang 47 orang,” ujar Muazim.

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini menegaskan bahwa salah satu tujuan MBG memang menyerap tenaga kerja lokal. Namun, jika kualitas SDM lokal tidak memadai, SPPG diperbolehkan merekrut profesional dari luar wilayah.

Sebagai contoh, SPPG yang dikelola koperasi kepolisian di Bali berhasil menghadirkan tenaga profesional yang kompeten dalam memasak dan mengatur jadwal produksi MBG.

“Yang direkrut oleh koperasi kepolisian itu yang betul-betul sudah luar biasa, yang bisa masaknya, yang ngatur masaknya berapa jam dan sebagainya, itu dia memang profesional,” jelas Muazim.

Data Keracunan MBG

Hingga 30 September 2025, tercatat lebih dari 6.457 orang terdampak keracunan MBG, menurut Kepala BGN Dadan Hidayana. Ia memaparkan distribusi kasus keracunan di beberapa wilayah sebagai berikut:

Wilayah I: 1.307 orang mengalami gangguan pencernaan

Wilayah II: 4.147 orang, ditambah 60 orang di Garut

Wilayah III: 1.003 orang

“Kita lihat di wilayah satu ada yang mengalami gangguan pencernaan sebanyak 1.307, wilayah dua bertambah, tidak lagi 4.147, ditambah dengan yang di Garut mungkin 60 orang. Kemudian wilayah III ada 1.003 orang,” kata Dadan di rapat Komisi IX DPR RI.

Jumlah tersebut menunjukkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan MBG, mulai dari higienitas dapur, kualitas bahan pangan, hingga pengawasan SPPG.

Tantangan Manajemen MBG

Program MBG yang bertujuan menyediakan makanan bergizi bagi anak-anak dan masyarakat rentan menghadapi tantangan dalam implementasi.

Beberapa dapur MBG masih menemukan kendala berupa SDM yang belum berkompeten, pengawasan bahan baku, dan praktik perekrutan yang kurang transparan.

Muazim menekankan bahwa perbaikan harus segera dilakukan agar program MBG tetap aman, higienis, dan efektif. Perhatian khusus diberikan pada dapur yang dikelola secara profesional, dibanding dapur yang mempekerjakan keluarga pemilik tanpa kompetensi yang memadai.

“Karena memang banyak, tentu harus kita perbaiki semua,” ujar Muazim.

Evaluasi dan Langkah Perbaikan

Dalam rapat, DPR mendorong Kemenkes, BGN, dan BPOM untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh. Fokus perbaikan meliputi:

Pengawasan bahan baku MBG agar bebas dari kontaminasi.

Standarisasi higienitas dapur dan prosedur masak, termasuk pelatihan SDM SPPG.

Perekrutan SDM profesional, menekankan kualitas dibanding kuantitas.

Transparansi manajemen SPPG, menghindari nepotisme atau perekrutan keluarga yang tidak kompeten.

Langkah-langkah ini diharapkan dapat meminimalkan risiko keracunan di masa mendatang dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap program MBG.

Menjaga Kepercayaan Publik

Meski angka kasus keracunan cukup tinggi, DPR menilai hal ini masih wajar mengingat skala besar program MBG dan banyaknya penerima manfaat.

Namun, agar program ini tetap berjalan optimal, semua pihak terkait diminta bekerja sama memperbaiki manajemen SPPG dan standar keamanan pangan.

“Ya tentu dari sekian yang sudah menerima, kalaupun misalnya ada terjadi, itu adalah memang saya menganggap sesuatu yang wajar. Karena memang banyak, tentu harus kita perbaiki semua,” ujar Muazim.

Peningkatan kualitas pengelolaan MBG, profesionalisasi tenaga dapur, serta pengawasan bahan baku menjadi kunci agar program ini tetap memberikan manfaat gizi bagi anak-anak dan masyarakat luas tanpa risiko kesehatan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index