PDB

Rasio Utang Indonesia 39 Persen dari PDB, Masih Aman

Rasio Utang Indonesia 39 Persen dari PDB, Masih Aman
Rasio Utang Indonesia 39 Persen dari PDB, Masih Aman

JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan posisi utang pemerintah masih dalam kategori aman meskipun angkanya mendekati 40 persen dari produk domestik bruto (PDB). 

Hingga akhir Juni 2025, total utang pemerintah tercatat sebesar Rp9.138,05 triliun atau setara dengan 39,86 persen terhadap PDB. Posisi ini menunjukkan penurunan sebesar 0,43 persen dibandingkan Mei 2025 yang tercatat Rp9.177,48 triliun. 

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan, rasio tersebut masih jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yakni 60 persen terhadap PDB.

“Rp9.000 triliun itu masih 39 persen dari PDB. Dari standar ukuran internasional, posisi ini masih aman,” ujarnya dalam media briefing di Sentul, Bogor.

Rasio Utang Harus Dilihat dari Kemampuan Bayar

Menurut Purbaya, nominal utang yang besar bukan berarti mengkhawatirkan, sebab indikator utama yang perlu dilihat adalah kemampuan membayar dan kekuatan ekonomi suatu negara. Ia menilai, rasio utang Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan banyak negara maju di dunia.

“Kalau kita bandingkan, negara-negara di Eropa rasionya di atas 80 persen, Jerman hampir 100 persen, Amerika Serikat lebih dari 100 persen, dan Jepang bahkan lebih dari 250 persen,” kata Purbaya.

Ia menggambarkan perbandingan ini dengan contoh sederhana. “Bayangkan jika saya berpenghasilan Rp1 juta per bulan dan punya utang Rp1 juta, itu setara dengan pendapatan satu bulan. Tapi kalau seseorang berpenghasilan Rp100 juta per bulan, utang Rp1 juta itu sangat kecil. Ia mudah membayar, sementara saya kesulitan,” jelasnya.

Dari perumpamaan tersebut, Purbaya menekankan bahwa ukuran keamanan utang suatu negara harus dilihat berdasarkan proporsinya terhadap kemampuan ekonomi nasional, bukan dari nominal semata.

Imbauan agar Isu Utang Tak Dijadikan Sentimen Negatif

Lebih lanjut, Purbaya meminta agar isu utang tidak dipelintir atau dijadikan sentimen negatif yang dapat mempengaruhi kepercayaan publik terhadap kondisi ekonomi nasional.

“Utang jangan dipakai untuk menciptakan sentimen negatif, karena ada standar nasional dan internasional yang menunjukkan kita cukup prudent,” tegasnya.

Meski begitu, pemerintah tetap berkomitmen menjaga rasio utang dalam batas aman dan efisien. Kemenkeu akan terus menekan kebutuhan pembiayaan utang baru dengan memastikan penggunaannya tepat sasaran.

“Kalau saya utang pun, pemakaiannya harus maksimal, tidak boleh ada kebocoran. Harus menciptakan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tambahnya.

Efisiensi Anggaran dan Belanja yang Lebih Bertanggung Jawab

Selain mengatur strategi pembiayaan, pemerintah juga fokus melakukan efisiensi belanja negara agar tidak terjadi pemborosan. Purbaya menegaskan bahwa langkah penghematan anggaran bukan berarti memangkas program pemerintah secara sembarangan, melainkan meniadakan kegiatan yang tidak produktif.

“Bukan berarti saya memotong program pemerintah, tetapi saya memotong program yang tidak efisien, yang hanya memboroskan uang negara, sebagian dari utang. Ini untuk menciptakan belanja yang lebih bertanggung jawab ke depan,” katanya.

Dengan langkah ini, pemerintah berharap pengelolaan utang dapat memberikan dampak positif terhadap pembangunan nasional tanpa menimbulkan beban fiskal berlebih di masa depan.

Kemenkeu Tegaskan Rasio Utang Tetap dalam Batas Aman

Senada dengan Purbaya, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu, Suminto, juga menegaskan bahwa posisi utang Indonesia masih aman. Menurutnya, pemerintah sangat berhati-hati dalam mengambil utang baru dan memastikan penggunaannya terukur.

“Kita betul-betul melakukan utang secara hati-hati, terukur, dan dalam batas kemampuan,” ujarnya.

Suminto menambahkan bahwa jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia, rasio utang Indonesia termasuk yang paling rendah. “Per akhir Juni 2025, debt to GDP ratio sebesar 39,86 persen, satu level yang cukup rendah dan moderat dibanding banyak negara,” ucapnya.

Untuk perbandingan, rasio utang Malaysia tercatat sebesar 61,9 persen terhadap PDB, Filipina 62 persen, Thailand 62,8 persen, dan India mencapai 84,3 persen. Angka-angka tersebut menunjukkan posisi Indonesia relatif lebih sehat secara fiskal.

Komposisi dan Struktur Utang Pemerintah

Berdasarkan data Kemenkeu, total utang pemerintah per akhir Juni 2025 terdiri dari dua komponen utama, yakni pinjaman dan surat berharga negara (SBN).

Pinjaman pemerintah tercatat sebesar Rp1.157,18 triliun, yang terbagi atas pinjaman luar negeri Rp1.108,17 triliun dan pinjaman dalam negeri Rp49,01 triliun.

Sementara itu, utang yang bersumber dari SBN mencapai Rp7.980,87 triliun, dengan rincian SBN berdenominasi rupiah sebesar Rp6.484,12 triliun dan SBN berdenominasi valuta asing Rp1.496,75 triliun.

“Jadi pada Juni total outstanding utangnya Rp9.138 triliun, terdiri dari pinjaman Rp1.157 triliun dan SBN Rp7.980 triliun,” kata Suminto.

Pengelolaan Utang untuk Stabilitas dan Pertumbuhan Ekonomi

Kemenkeu menegaskan bahwa pengelolaan utang bukan semata-mata untuk menutup defisit, tetapi juga sebagai instrumen fiskal untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mendukung program pembangunan nasional.

Dengan kebijakan utang yang hati-hati dan transparan, pemerintah berupaya memastikan agar setiap rupiah yang dipinjam dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, baik dalam bentuk infrastruktur, peningkatan layanan publik, maupun penguatan daya saing ekonomi.

Purbaya menegaskan kembali bahwa arah kebijakan fiskal Indonesia tetap berpijak pada prinsip kehati-hatian dan keberlanjutan. “Kami akan terus memastikan pembiayaan pemerintah digunakan secara efisien dan bertanggung jawab, agar tidak menjadi beban generasi mendatang,” tutupnya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index